Tuesday, May 21, 2013

Pastikan, Lalu Lintas Kota Yogyakarta Tidak Macet


PASTIKAN, LALU LINTAS KOTA YOGYAKARTA TIDAK MACET
Oleh: Winner Indi Manega



Isu kemacetan merebak di Kota Yogyakarta sejak antrian panjang kendaraan di pusat kota sering terjadi pada jam sibuk dan di hari libur sekolah. Pada dekade kini dan mendatang, kecenderungan orang serba cepat, sehingga berlalu-lintas di jalan-pun harus ngebut dan tak mempedulikan lingkungan. Dipicu target penjualan motor dan mobil, tak lagi seimbang antara keberadaan kendaraan, tambahan ruas jalan dan pencemaran udara. Prediksi di kemudian hari, Kota Pelajar semakin macet lalu-lintasnya, jika kita semua bersikap apatis, netral tak segera bertindak. Meskipun rintisan pengaturan dan pertambahan ruas jalan telah dilakukan, tetap saja kota yang sempit akan semakin macet.
Saat berangkat maupun pulang sekolah, sering terhambat kemacetan di perempatan, terlebih di depan pasar tumpah. Lagi pula, perilaku pengendara motor dan mobil semakin tak menghormati hak jalan pengguna jalan lain. Tak pelak lagi, polisi menjadi repot mengatur lalu-lintas meskipun dibantu satpam sekolahan. Tak ayal lagi, bermunculan surat tilang, bahkan sering kecelakaan lalu-lintas menimpa pelajar. Hak pejalan kaki di trotoar direnggut untuk tempat berjualan dan parkir yang kotor serta “semrawut”. Pasar tumpah-ruah di trotoar kian merambah ke badan jalan untuk berjualan, makin memperparah kemacetan. Relokasi pedagang pasar ke pasar, fasilitasi pedagang kaki lima di tempat semestinya, penyaluran bakat kaum papa, pengemis, pengamen dan pengasong dari perempatan jalan, membuat sangat berarti bagi keteraturan eko-sistem kota, mengurangi risiko kecelakaan dan kemacetan.
Anak, pewaris kemacetan di masa depan, kelak memangku kebijakan transportasi ditentukan pada usia dini. Pendidikan etika berlalu-lintas dibiasakan sejak kecil, dan bukan mengenal saat mencari SIM. Pelajar yang terkena imbas kemacetan, strategis untuk mengetahui etika berlalu-lintas, tak sekedar mengoreksi penyimpangan dari perilaku pengemudi, tapi paham resiko pelanggaran. Pengurangan kemacetan menuntut pengguna jalan sadar beretika lalu-lintas, penegakan aturan, ketegasan sanksi dan bukan dicari atau mencari-cari kesalahan pengemudi.
Kita, generasi penerus, tak ingin membiarkan bertambahnya kendaraan di masa mendatang, tanpa ada kendali. Tengok saja…… sumber utama pencemaran adalah alat transportasi. Walaupun pelebaran jalan dan jalan baru dapat mengurangi kemacetan lalu-lintas, usaha ini bersifat memacu pertumbuhan jumlah kendaraan. Saatnya perlu kearifan kebijakan transportasi terpadu, mencakup pengurangan jumlah kendaraan dan pemanfaatan jenis transportasi tidak bermotor atau berbahan-bakar ramah lingkungan. Optimal atau tidaknya pelayanan transportasi tergantung ketersediaan sarana dan prasarana. Kedua aspek tersebut harus seimbang supaya tak menimbulkan permasalahan dalam pergerakannya.
Semakin majunya peradaban di Kota Budaya, tak bisa terus-menerus bertahan tanpa perubahan! Kemajuan, tak seharusnya mengubah masyarakat berpikir mundur. Kemajuan adalah antisipasi dari datangnya perubahan dengan tanpa meninggalkan identitas kota. Kepadatan dan kemacetan lalu-lintas di pusat perkotaan tak dapat dipecah, tapi diatur, ditata ulang, terpadu dan lestari. Tak dapat dipungkiri, daya tarik ‘ruh’ Kota Yogyakarta memiliki beragam peninggalan sejarah dan purbakala bermakna mendalam. Ibarat ada gula ada semut, pasti bukan dilakukan pendekatan ekonomi yang semakin memacetkan pusat kota, tapi lebih berpendekatan kultur dan spiritual. Keseimbangan kota dan desa, berguna untuk mengurangi arus urbanisasi. Keseimbangan bukan membuat kedudukan desa sama dengan kota, melainkan untuk mengelola kesenjangan antara kota dan desa pada tingkat yang tidak menimbulkan kemacetan kelak!
Beberapa langkah mengantisipasi kemacetan lalu-lintas, dirumuskan secara seksama, terencana, menyeluruh dan terpadu. Antisipasi, diprioritaskan kawasan berintensitas kegiatan tinggi. Terutama pada jam puncak keramaian, diseimbangkan antara volume lalu-lintas dengan kapasitas jalan. Secara umum, upaya mengatasi kemacetan mencakup dua sisi, yakni keterpaduan kebijakan dan kesadaran pengguna jalan. Dari segi keterpaduan kebijakan dapat ditempuh antara lain kurangi percampuran moda saat tertentu hari libur sekolah dan hari besar.
Peningkatan daya dukung jaringan jalan dengan mengoptimalkan angkutan yang efisien dalam penggunaan ruang jalan menurut Iswanto Hadi (2002) dilakukan dengan pengembangan jaringan pelayanan angkutan umum dan peningkatan kualitas kendaraan. Jadikan pilihan penggunaan angkutan umum masal dengan subsidi, diikuti keterpaduan terminal dan kemudahan berganti jenis angkutan. Ekses dari mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, kebutuhan memperlebar jalan dan membuat jalan baru menjadi berkurang.
Pelajar yang berwisata senang berjalan kaki, tatkala menikmati mengagumi heritage dan belanja souvenir. Keteduhan pedestrian dan angkutan wisata kecil khas tradisional menjadi kenangan berarti bagi sebuah kunjungan. Bus pariwisata tak perlu masuk pusat kota. Bila hal itu dilakukan dapat meningkatkan kunjungan wisata, kepadatan lalu-lintas dan rosot karbon berkurang, pendapatan merata, kota lebih indah dan nyaman. Tak kalah penting, peningkatan kapasitas jalan, keleluasaan persimpangan dan pengawasan berteknologi. Penegakan aturan diimbangi kesadaran dan kerelaan sudah tak dapat ditunda. Pastikan, lalu-lintas Kota Yogyakarta tidak macet sebagai ajang promosi wisata!
Akankah, kita rindu kota bersih dan bebas polusi? Mulailah dari buah bergantung rendah yang mudah dipetik, mulai dari diri sendiri untuk menciptakan kota bebas polusi. Mulai, utamakan pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor. Berjalan kaki dan bersepeda “onthel” bukan barang tabu dan gengsi. Kebiasaan bersepeda, tak membuat generasi penerus kita mempunyai kemampuan berpikir yang lebih rendah daripada kita. Kebiasaan mengayuh sepeda, berekses menurunnya pencemaran, kesehatan meningkat, biaya kesehatan turun dan kehilangan hari kerja karena sakit turun.

Tulisan ini tidak bermaksud memberikan solusi akhir. Masalahnya, keyakinan lalu-lintas Kota Yogyakarta tidak macet harus terus-menerus didiskusikan, ada perbaikan dan berkelanjutan. Ternyata ada dua fungsi dalam mengantisipasi kemacetan, yakni keterpaduan kebijakan dan kesadaran pengguna jalan. Pengalaman menunjukkan fungsi kedua, yaitu fungsi kesadaran beretika di jalan tidak dapat diabaikan. Kita harus menyadari fungsi kedua ini, mendiskusikannya dan berusaha untuk berkomitmen bersama berdisiplin berlalu-lintas.



Daftar Pustaka: 
Iswanto Hadi, 2002. “Faktor2 Pendorong Terjadinya Kemacetan Lalu-lintas di Jl.Arteri Primer Kawasan Ungaran Kab. Semarang”, TA.Jur. Perenc. Wilayah & Kota FT UNDIP, Semarang.












---Tulisan ini dibuat untuk dapat diikut-sertakan dalam lomba Esai Pelajar Hari Pendidikan Nasional (HPN) 2011 yang diselenggarakan Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat  bertema kegiatan “Antisipasi Kemacetan Lalu-lintas Yogyakarta”.

No comments:

Post a Comment